KISAH
ANAK SIMA
ANAK SIMA
Malam itu aku baru saja
pulang dari kampus untuk mengambil dokumen dari dosenku, sekitar pukul 08.00
malam. Dan hanya sendirian ditemani cahaya bulan. Kampusku tidak terlalu jauh
dari Kost ku, dan aku lebih memilih berjalan kaki untuk menghemat uang
bulananku.
Jalanan terasa sepi
karna banyak orang yang memilih mengurung diri di rumah dalam masa karantina
pandemi covid-19 ini. Hanya suara langkah kaki ku yang terdengar kala itu, aku
memilih melihat handphone ku untuk mengusir rasa takutku. Semakin lama
jantungku semakin berdegup kencang dan keringat dingin mengucur di wajahku.
Tubuhku seolah bereaksi terhadap rasa takutku akan tempat itu. Tempat dengan
kejadian ganjil, aneh, menakutkan, apapun kata yang bisa menjelaskan tempat
tersebut.
Akhirnya aku sampai ke
kebun itu. Yaa kebun yang sering dibicarakan orang sekitar, banyak yg berkata
kebun itu angker. Dan banyak orang yg menjadi korban kejadian aneh dari kebun
tersebut, 2 bulan lalu seorang ibu paruh baya ditemukan pingsan di dalam kebun
itu dengan punggung berdarah. Juga ada yang menemukan seorang gadis SMA
terduduk diam di balik pohon kebun itu dan hanya mengatakan "aku bukan
ibunya, aku bukan ibunya". Ntahlah apa yang terjadi padanya, namun semua
korban dari kejadian aneh itu seorang wanita.
Konon katanya jika
mendengar suara bayi menangis dari tempat tersebut jangan pernah
menghampirinya, jangan mencari tahu, dan jangan pernah menoleh ke arah tersebut
atau kau akan terkejut dengan yang kau temukan. Itulah peraturan yang ku pegang
erat saat melewati tempat itu, tapi ntah mengapa malam itu aku memilih
melanggarperaturan itu. Saat itulah aku sadar akan kebodohan yang ku buat dan
membuatku harus mengingat gambaran itu seumur hidupku.
Langkah demi langkah
kulalui aku mulai mendekati kebun itu, samar aku mendengar suara tangisan bayi
seketika aku berhenti bernafas dan jantungku seolah berhenti. Aku memilih
menunduk dan kembali meneruskan langkahku. Tangisan itu sangat keras dan
semakinn keras seperti tangis bayi yang mencari ibunya. Rasa takutku bertambah
namun rasa penasaranku juga muncul kala itu, mataku seakan ingin tertuju ke
arah kebun itu namun aku terlalu takut.
Saat aku sudah hampir
melewati kebun itu aku memutuskan untuk menoleh sedikit ke arah kebun itu.
Disitulah kesalahan terbesarku. Ketika aku menoleh, samar aku melihat dari
balik pepohonan itu sosok anak kecil. Aku terkejut, anak itu keluar perlahan
dari balik pohon dan dia berdiri menghadapku dan mulai menangis. Tubuhnya
seperti anak berumur 2 tahun namun suara tangisannya seperti bayi baru lahir.
Tangisan itu semakin kencang hingga akhirnya berubah menjadi teriakan, saat itu
wujud aslinya makin terlihat wajah penuh sayat, tubuhnya putih pucat, dari
mulutnya keluar darah dan ia memegang jantung yang masih berdetak dan penuh darah.
Aku terdiam, tubuhku membeku lidahku kelu, rasa takut memenuhi tiap sisi
tubuhku. Aku berusaha teriak namun aku tak mampu. Pandanganku kabur hingga aku
tidak ingat apa yang terjadi, keesokan harinya aku ditemukan pingsan oleh warga
sekitar di pinggir jalan raya agak jauh dari kebun itu. Seorang nenek tua warga
daerah itu berkata bahwa diriku beruntung karna hanya pingsan tanpa luka.
"Ikam beuntung cu, Jantung ikam selamat dari Anak Sima". Itulah yang
nenek itu katakan, ternyata sosok itu dipanggil dengan nama tersebut. Dan di
waktu yang sama ditemukan mayat wanita dengan lubang di punggungnya dan jantung
hilang di dalam kebun tersebut. Seketika aku tahu jantung siapa yang
dipegangnya malam itu, dan betapa beruntungnya bukan jantungku yang berada di tangannya.